Text
Sejarah dan Perkembangan Pembukuan Hadits - Hadits Nabi
Para sahabat mengambil as-Sunnah langsung dari Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam; sebagaimana yang dilakukan Umar Radhiallahu Anhu misalnya, atau melazimi Rasulullah dengan tinggal di masjid sebagaimana Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, atau bertanya kepada pihak ketiga yang berinteraksi langsung dengan beliau seperti kepada Ummahatul Mukminin.
Pada generasi pertama ini, setiap kabilah acap kali mengirim utusan untuk menimba ilmu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan mereka menjaga as-Sunnah dengan metode hafalan. Intinya mereka menerima hadits yang masih genuine lalu disampaikan secara jujur dengan berpegang teguh pada prinsip hadits, Barangsiapa yang menyampaikan satu hadits dariku, yang mana dia sendiri menduga bahwa itu adalah kebohongan, maka dia sendiri adalah salah seorang pembohong. (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi).
Pada masa berikutnya, para tabi’in berusaha mengikuti langkah para sahabat, tetapi karena banyaknya kendala; seperti wafatnya para sahabat senior, dan tersebarnya para ulama di berbagai daerah yang jauh, serta fitnah dari musuh-musuh Islam, menjadikan as-Sunnah mulai tercampur dengan bualan dusta, sehingga perlu dipilah mana yang shahih dari yang dhaif. Sebagian tabi’in mulai berpikir untuk membukukan as-Sunnah. Inilah generasi perintis kodifikasi Sunnah.
Yang berperan sentral sebagai pencetus pertama kodifikasi hadits adalah Umar bin Abdul Aziz (W. 101) dan Ibnu Syihab az-Zuhri (W. 124). Keduanya memprakarsai kodifikasi hadits secara luas. Pada abad kedua semakin maju dari segi metodologi dan tema. Generasi ini memulainya dengan mengkodifikasi ilmu rijal, di mana mereka telah menulis tentang sejarah perawi hadits, seperti al-Laits bin Sa’ad (W. 175 H), Ibnu al-Mubarak (W. 181 H), Dhamrah bin Rabi’ah (W. 202 H), al-Fadhl bin Dukain (W. 218 H) dan lainnya.
Karya-karya ulama pada abad kedua ini memiliki beberapa bentuk; Muwaththa`, Mushannaf, Jami’ atau Sunan, dan sebagiannya memiliki tema khusus seperti jihad, zuhud, peperangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sirah, dan lain-lain.
Tantangan pada abad ketiga semakin berat dengan munculnya kelompok Zindik, Jahmiyah, Mu’tazilah, dan lainnya. Tetapi usaha para ulama dalam menyempurnakan kodifikasi as-Sunnah semakin keras pula, sehingga masa ini disebut masa keemasan perkembangan ilmu Islam dan hadits. Pada masa ini pula bermunculan banyak penghafal hadits yang hebat dan ulama yang kritikus (naqid), seperti; Ahmad bin Hanbal (W. 241 H), Ishaq bin Rahawaih (W. 238 H), Ali bin al-Madini (W. 234 H), Yahya bin Ma’in (W. 233 H), al-Bukhari (W. 256 H), Muslim bin al-Hajjaj (W. 261 H), Abu Zur’ah ar-Razi (W. 264 H), Abu Hatim ar-Razi (W. 277), Utsman bin Sa’id ad-Darimi (W. 209 H), dan lainnya, yang telah menyusun ilmu hadits secara umum dan ilmu jarh dan ta’dil (kritik hadits) secara khusus.
Buku ini lebih dari sekedar pembukuan Hadits, di dalamnya tergambar napak tilas para ahli hadits dalam mencari hadits, biografi para ulama penulis hadits dan perjalanan kodifikasi hadits, silsilah asal muasal karya tulis; matan, syarh, hamisy, ta’liq, takhrij. Metodologi dan cara penulisannya pun dijabarkan dengan jelas dan mudah. Sangat bagus sebagai panduan bagi para pencinta ilmu khususnya, dan kaum Muslimin umumnya.
B0077559 | 297.125 AZZ s | Perpustakaan Pusat (200) | Tersedia |
B0077591 | 297.125 ZAH s | Perpustakaan Pusat (297) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain